Minggu, 14 April 2013

Batari Durga ( Permoni )


BETARI DURGA Betari Durga adalah seorang Dewa perempuan asal jadinya Dewi Uma, permaisuri Betara Guru. Semasa masih bernama Dewi Uma, ia disayang oleh Betara Guru. Tetapi setelah terjadi persengketaan antara suami-istri itu, Dewi Uma mengutuk Betara Guru, hingga Betara Guru menjadi bercaling seperti raksasa. Karena sangat murka, Betara Guru juga menyumpahi Dewi Uma, hingga menjadi raksesi bernama Betari Durga. Betara Durga dititahkan menjadi istri Betara Kala. Betara Durga brrtakhta di Setragandamayit, yang berarti tempat pengasingan berbau mayat. Ia diberi kekuasaan untuk menganugerahkan segala peri laku jahat kepada yang memuja padanya. Betari adalah sebutan bagi seorang Dewa perempuan. Betari Durga bermuka raksasa, bermata iblis, berhidung dempak, bermulut bernyih. Bersanggul putri keling dengan garuda membelakang. Berkalung ulur ulur (berantai). Tangannya bergelang pontoh dan keroncong dan hanya tangan depan yang bisa digerakkan. Sebagai pertanda kemuliaan, bagian bawah badannya dihiasi dengan bunga-bunga. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982

Sang Yang Narodo (Kaneko Putro)



BETARA NARADA (KANEKAPUTRA) Betara Narada atau disebut juga Kanekaputra adalah putra Hyang Darmajaka. Ia elok parasnya dan sakti pula. Untuk dapat menambah kesaktiannya, Betara Kanekaputra bertapa di atas air samudera dengan tidak bergerak gerak. Tangan kanannya menggenggam cupu (cepu) Linggamanik yang tak pernah dilepaskannya. Perbuatan Betara Narada diketahui oleh Betara Guru yang menanggapinya sebagai usaha Betara Narada untuk menguasai dunia ini. Maka segala Dewa oleh Betara Guru dititahkan, supaya mencegah kehendak Betara Narada itu sampai-sampai dengan menggunakan senjata, tetapi segala usaha itu tak berhasil. Betara Narada bersitetap di dalam tapanya. Kemudian Betara Guru sendiri datang menjumpai Betara Kanekaputra. Terjadilah bantah-membantah antara kedua Dewa itu, di mana Betara Guru keluar sebagai pihak yang kalah-bantah. Oleh karenanya Betara Guru merasa lebih muda dari Betara Narada dan untuk selanjutnya menyebut Betara Kanekaputra kakang, kanda. Betara Kanekaputra kemudian dibawa oleh Betara Guru dan dilantik sebagai ketua semua Dewa di Jonggringsaloka yakni istana segala Dewa. Suatu ketika karena murkanya terhadap Betara Kanekaputra, maka muka Betara yang tampan ini oleh Betara Guru dirobah hingga menjadi jelek, sesudah itu Kanekaputra disebut Narada. Betara Narada bermata kriyipan, berkedip kedip terus, berhidung dempak mendongak, bermulut terbuka menampakan gigi, berkumis, bermahkota bentuk topong dengan garuda membelakang, berkain rapekan, berkeris bentuk ladrang (panjang), bersepatu. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 1982

Senin, 07 Januari 2013

Sangyang Mahadewa( Batara Gana)

Sangyang Mahadewa
Sangyang Gana( Ganesa)

Sangyang Wisnu

Sangyang Wisnu

SANG HYANG WISNU Sang Hyang Wisnu seorang Dewa, putra Hyang Guru. Halusnya menitis, menjelma pada raja-raja dan ksatria ksatria. Hyang Wisnu pernah juga menjadi raja di muka bumi ini sebagai manusia biasa bertakhta di Purwacarita dengan gelar Sri Maharaja Budakresna. Mereka yang mendapat titisan Hyang Wisnu, menjadi orang orang yang sakti dan waspada. Yang mendapat titisan Wisnu ialah: 1. Prabu Arjunasasrabau dari Maespati, 2. Patih Suwanda di Maespati, 3. Sri Rama, 4. Arjuna dan. 5. Prabu Kresna, Penitisan juga terjadi sesudah zaman Purwa, ialah pada Prabu Jayabaya di Kediri. Ketika Dewa ini dilahirkan, bumi terpengaruh hingga getar, sampai sampai Betara Guru pun jatuh terpelanting. Setelah dewasa, ia beristrikan Dewi Setyabama, putri Hyang Pancaresi, Hyang Wisnu bisa tiwikrama, menjadi raksasa yang tidak terhingga besarnya dan memiiki senjata cakra yang sangat sakti. Kesaktian dan senjata cakra itu digunakan oleh titisan Wisnu sebagai bukti bahwa mereka memang titisannya Hyang Wisnu merupakan pokok pangkal yang memulai keturunan Pendawa dan ia berbesan dengan Hyang Brama. Sang Hyang Wisnu bermata jaitan, berhidung mancung, bermuka agak mendongak, hal mana menandakan bahwa ia bersuara nyaring. Bermahkota dengan jamang tiga susun, bergaruda membelakang dan bersunting waderan. Sebagian rambutnya terurai. Berbaju dan berkain rapekan pendeta. Keris terselip di bagian depan, sebagaimana halnya dengan pakaian dewa-dewa. Bergelang, berpontoh, beakeroncong dan bersepatu. Asal mula Hyang Wisnu mendapat bunga Wijayakusuma ialah sewaktu ia akan kawin dengan Dewi Pertiwi yang minta sebagai jujur bunga Wijayakusuma. Semula bunga itu dimiliki oleh Begawan Kesawasidi. Tersebutlah, ketika Hyang Wisnu akan kawin dengan Dewi Pertiwi, maka bunga tersebut dipinjam oleh Hyang Wisnu untuk digunakan sebagai jujur. Permintaan itu dikabulkan. Tetapi untuk lengkapnya, barang siapa memiliki bunga itu harus memiliki pula kulitnya dan kulit itu dimiliki oleh Prabu Wisnudewa dari negara Garbapitu. Kulit bunga yang bertempat di dalam mulut seekor banteng (lembu hitam) dapat direbut oleh Hyang Wisnu dari mulut banteng itu. Terkabullah perkawinan Hyang Wisnu karena bisa mengadakan jujur yang diminta. Menurut adat-istiadat Sala, pada waktu di situ masih terdapat seorang raja, maka pemetikan bunga Wijayukusuma dari Pulau Nusakambangan dilakukan oleh seorang ulama atas titah raja. Sumber : Sejarah Wayang Purwa - Hardjowirogo - PN Balai Pustaka - 198